Jumat, 06 Maret 2015

Gema Kehidupan


Pada suatu hari, sepasang anak dan ayah pergi ke sebuah hutan yang lebat untuk mencari kayu bakar. Hutan tersebut merupakan daerah yang sangat indah. Kanan-kiri jalan yang mereka lewati tumbuh pohon-pohon pinus yang tinggi menjulang. Beberapa semak belukar setinggi pinggang tampak bertebaran di daerah bebatuan. 

Saat sedang sibuk mencari kayu bakar, tidak terasa keduanya terpisah satu sama lain. Saat tersadar, sang anak pun mencoba mencari ayahnya sambil menangis terisak.

Setelah beberapa waktu, tiba lah sang anak di pinggir sebuah lembah. Lembah yang sangat indah, sebuah aliran kecil sungai tampak serasi dengan tumbuhan beri berwarna-warni di bawah sana. Namun karena di hinggapi rasa takut yang teramat sangat, sang anak pun berteriak memanggil ayahnya.
“Ayaaahhh….. ayah ada dimana” teriaknya.
tidak terdengar jawaban dari ayahnya.

Ia pun kembali berteriak. “Ayaahhh….”
samar-samar ia mendengar suara lain yang berteriak “Ayaahhh…”

Mendengar suara tersebut, sang anak kemudian berteriak kembali.
“Ayaahh. Kamukah itu?”
Kembali terdengar suara yang berujar “Ayaahh. Kamukah itu?”. Sang anak yang mendengar hal tersebut, kemudian merasa jengkel. Siapakah sebenarnya orang yang berteriak mengikuti ucapannya.

Ia pun kembali berteriak, “Hey… Siapa kamu? Apa maksud kamu mengikuti ucapanku…”
Kembali suara itu muncul dan mengikuti ucapannya “Hey… Siapa kamu? Apa maksud kamu mengikuti ucapanku…”

Mendengar hal tersebut, sang anak kemudian marah dan berteriak memaki “Hey bodoh, kenapa kamu mengikuti ucapanku!”
Suara tersebut kemudian balik memaki sang anak “Hey bodoh, kenapa kamu mengikuti suaraku!”
Mendengar hal tersebut, sang anak kembali memaki terus menerus. Begitupun dengan suara tersebut. Ia memaki kembali sang anak dengan ucapan yang sama.

Setelah lelah memaki, tiba-tiba saja ayah dari anak tersebut datang dari arah belakang. Sang anak kaget melihat ayahnya datang. Kemudian ia bercerita kepada ayahnya mengenai kejadian yang baru saja terjadi. Ia bercerita betapa menyebalkannya orang tersebut, ketika ditanya, suara tersebut balik bertanya. Ketika dimaki, suara tersebut ikut memaki. Sang ayah kemudian tersenyum dan berkata, “Coba dengarkan ini nak”
Sang ayah lalu berteriak,“Kamu tampan sekali….”
Kemudian suara lain muncul “Kamu tampan sekali….”

Melihat anaknya berwajah keheranan, kemudian ia meminta anaknya melakukan hal yang sama. Sang anak diminta untuk berteriak namun dengan kalimat yang baik. Sang anak mengangguk dan berteriak “Kamu pintar sekali…”
Suara itu kembali muncul dan mengucapkan hal yang sama persis, “Kamu pintar sekali…”
Sang anak kemudian tersenyum mendengar hal itu.

“nak,,, apa yang kamu dengar itu dinamakan gema. Suara yang timbul akibat pantulan dari suaramu. Gema yang kamu rasakan tidak akan berubah bentuknya. Jika kamu berteriak dengan kata-kata buruk, maka gema yang akan kamu terima adalah gema dengan kata-kata buruk. Namun sebaliknya, apabila kamu berteriak dengan kata-kata baik, maka gema dengan kata-kata baik yang akan kamu terima.” Sang anak mengangguk mendengar hal tersebut.

Ayahnya kemudian melanjutkan, “Begitu pula dengan hidup nak. Ada istilah, gema kehidupan. Mirip dengan gema di lembah tadi. Apabila kamu berbicara kepada orang lain dengan kata-kata buruk, niscaya suatu saat kamu akan menerima kata-kata buruk itu. Entah itu dari orang tersebut ataupun dari orang lainnya. Begitu juga ketika kamu berbuat buruk, atau melakukan hal buruk. Maka perbuatanmu tersebut akan berbalik kepadamu”

“Karena itu, berkata-katalah yang baik. Berbuatlah yang baik. Lakukanlah hal-hal yang baik. Maka niscaya perbuatan baik itu akan kembali padamu”

Sang anak lalu mengangguk dan tersenyum. Keduanya kemudian kembali ke rumah. Dengan membawa kayu bakar yang cukup dan pesan yang indah.

Have a great Friday

Kamis, 26 Februari 2015

Semut di dinding



Suatu waktu, seorang laki-laki sedang menuju ke dapur untuk mengambil makanan. Namun sesampainya ia di dapur, di sebuah dinding dapur tersebut berbaris lah semut-semut yang hendak membawa makanan ke sarangnya.

Melihat barisan semut-semut tersebut, iseng, laki-laki itu lalu meniup barisan semut-semut yang ada di dinding itu. Merasa terancam angin tersebut, semut-semut tersebut kemudian lari kocar-kacir meninggalkan barisannya.

Tak lama ia perhatikan, merayaplah sebuah rombongan semut yang membawa sebuah bongkahan wafer. Bongkahannya sebesar kancing baju seragam biasa. Masing-masing semut yang ada pada rombongan itu, memegang tiap tepi wafer tersebut. Dengan kompak, rombongan semut itu bekerja sama membawa wafer melewati dinding.

Melihat hal ini, laki-laki tersebut kemudian iseng meniup semut-semut tersebut. Namun, hal yang aneh terjadi. Pada saat ditiup, masing-masing semut itu kemudian menunduk dengan tetap memegang sisi-sisi wafer. Berbeda dengan barisan semut-semut sebelumnya, yang kabur saat ditiup.

Setelah tiupan dari laki-laki itu selesai. Rombongan semut tersebut lalu kembali berjalan. Melihat hal ini, laki-laki itu semakin heran dan meniup kembali rombongan semut tersebut dengan lebih keras.
Ffyyuuuhhh…...

Namun kembali semut-semut itu berhenti bergerak sambil menunduk, dengan tetap memegang erat sisi makanannya masing-masing. Tanpa ada satupun semut yang kabur dan meninggalkan rombongannya.

Setelah tiupan sang laki-laki reda, kembali rombongan semut itu berjalan sambil tetap membawa makanan itu. Melihat hal ini, sang laki-laki itupun tersenyum seraya pergi untuk melanjutkan aktifitasnya.

Seperti yang kita ketahui, bahwa semut merupakan salah satu mahluk hidup dengan kerjasama yang paling tinggi. Salah satu reaksi alamiah semut saat kita tiup, maka ia akan pergi menjauhi tiupan tersebut. Namun berbeda dengan rombongan semut tersebut.
Setiap semut pada rombongan semut itu tahu, bahwa apabila salah satu dari mereka kabur saat itu, maka makanan tersebut akan jatuh ke lantai beserta dengan teman-teman mereka juga. Masing-masing semut tahu bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang besar.
Memastikan makanan itu sampai ke sarang mereka. Memastikan Ratu semut dan koloninya tidak mati kelaparan.

Mungkin saja, karena rasa tanggung jawab yang besar ini pula, tidak ada satupun semut pada rombongan yang melepaskan makanan itu.

Semua semut memiliki tanggung jawab.
Masing-masing semut memiliki tanggung jawabnya sendiri.

Mereka harus berani menghadapi tantangan seberat apapun,
karena mereka punya tanggung jawab yang harus diemban. 

Have a great Friday

Selasa, 24 Februari 2015

Kaizen


Kaizen merupakan istilah dalam bahasa Jepang. Kai artinya perbaikan, atau perubahan. Sedangkan Zen artinya baik, atau lebih baik. Jadi secara bahasa, kaizen artinya perubahan ke arah yang lebih baik.

Saya sendiri mengartikan bahwa Kaizen merupakan sebuah perbaikan atau perubahan yang mengarah kepada suatu kondisi yang lebih baik. Perbaikan ini sendiri tidak berhenti saat satu kondisi tercapai, namun perbaikan yang berkelanjutan atau terdapat tahap perbaikan berikutnya. Tujuan akhir dari konsep ini adalah kesempurnaan dari suatu proses. Proses yang sempurna. Hal ini dilakukan karena prinsip Kaizen percaya bahwa sebuah proses yang baik akan memberikan hasil yang baik pula.

Pada Kaizen, terdapat 6 aspek perbaikan yang menjadi titik fokusnya, yaitu:
1.  Q; Quality atau Kualitas
2.  C; Cost atau Biaya
3.  D; Delivery atau Pengiriman
4.  S; Safety atau Keselamatan
5.  M; Morale atau Semangat kerja
6.  E; Environtment atau Lingkungan
Dalam praktiknya, aspek Q, C, D adalah aspek yang pertama kali dilihat saat akan dilakukan perbaikan.

Pada Kaizen, terdapat cycle atau siklus yang digunakan dalam proses perbaikan. Siklus ini dimaksudkan agar proses perbaikan dapat berjalan dengan baik. Siklus ini biasa dikenal sebagai siklus PDCA. PDCA merupakan kepanjangan dari Plan, Do, Check & Action, yaitu:
1.  Plan atau perencanaan. Merupakan penetapan target untuk perbaikan dan perumusan rencana guna mencapai target yang diinginkan
2.  Do atau lakukan. Merupakan tahap pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat. 
3.  Check atau periksa. Merupakan tahap pemeriksaan setiap prosedur yang telah dijalankan guna memastikan agar tetap berjalan sesuai rencana sekaligus memantau kemajuan yang telah ditempuh. 
4.  Action atau tindakan. Merupakan tahap tindak lanjut ketiga tahap yang telah ditempuh sebelumnya, sekaligus memutuskan prosedur baru guna menghindari terjadinya kembali keberulangan masalah atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.


Roda PDCA digulirkan pada saat akan melakukan 
suatu siklus perbaikan pada prinsip Kaizen
 Terdapat satu siklus lagi yang diperkenalkan pada prinsip Kaizen. Siklus ini adalah siklus SDCA. SDCA merupakan kepanjangan dari Standarize, Do, Check & Action. Apabila PDCA adalah siklus yang digunakan untuk melakukan perbaikan, maka SDCA adalah siklus yang digunakan untuk melakukan pemeliharaan pada suatu proses. 
Ilustrasi pengguliran roda PDCA, dan roda SDCA
 Jika PDCA merupakan cara untuk meningkatkan “level” suatu proses, maka SDCA merupakan cara untuk menjaga agar proses yang telah ditingkatkan tersebut tidak kembali ke “level” yang lebih rendah seperti sebelumnya. Dalam ilustrasinya, siklus PDCA dan SDCA dilambangkan sebagai sebuah roda. Roda yang diputar untuk memperbaiki suatu proses yaitu roda PDCA, dan Roda yang diputar untuk memelihara dan menjaga suatu proses agar proses itu tidak kembali ke “level” yang lebih rendah yaitu roda SDCA.

Demikian sedikit pembahasan mengenai kaizen. Agak umum sebenarnya. Namun semoga dapat membantu rekan-rekan yang sedang mempelajari mengenai prinsip kaizen.

Jumat, 20 Februari 2015

Kera dan Tangga



Beberapa orang ilmuwan sedang membuat sebuah eksperimen. Mereka memasukkan 5 ekor kera ke dalam sebuah kandang, lalu mereka menyiapkan sebuah tangga yang di atasnya diletakkan sebuah pisang.

Setiap kali salah satu kera naik tangga untuk mengambil pisang, maka kera lainnya akan disemprotkan air dingin ke tubuh mereka.  Setelah beberapa waktu, setiap kera yang akan naik ke atas tangga untuk mengambil pisang, pasti akan dipukuli oleh kera lainnya. Hal ini terus terjadi, sehingga menyebabkan tidak ada satupun kera yang berani naik ke tangga untuk mengambil pisang.

Melihat hal ini, para ilmuwan pun memutuskan untuk mengganti salah satu kera dengan kera baru.

Tak lama setelah digantikan, kera baru pun segera menuju ke tangga untuk mengambil pisang yang ada disana. Namun, ke empat kera lainnya segera menangkap kera baru tersebut dan memukulinya. Hal ini menyebabkan sang kera baru tidak berani lagi untuk naik tangga tersebut.

Setelah itu, para ilmuwan mengganti kera lainnya dengan kera yang baru. Kera kedua ini pun berakhir dengan nasib yang sama. Dipukuli oleh kera lainnya saat akan mengambil pisang tersebut. Kera yang baru tadipun ikut memukuli kera kedua ini.

Secara bertahap, satu persatu kera diganti dengan kera yang baru. Setiap kera baru pasti mendapatkan perlakuan yang sama saat akan naik ke tangga.

Hal ini terus terjadi, bahkan hingga semua kera telah diganti. Padahal semua kera baru ini tidak pernah merasakan di semprot oleh air dingin tersebut.

Apabila kelima kera tersebut dapat kita tanyakan mengenai alasan pemukulan tersebut, pasti mereka akan menjawab “Aku tidak tahu, aku hanya melakukan yang biasa dilakukan disini”

Setiap manusia pada awalnya pasti akan meniru perilaku manusia lain yang ada di sekitarnya. Seperti anak yang meniru perilaku orang tuanya, atau kita yang tanpa sadar meniru perilaku orang di lingkungan kita. Dan yang paling mengherankan, kita meniru perilaku tersebut tanpa tahu alasan ataupun dasar perilaku tersebut.

Karena itulah, mulai sekarang kita harus menelaah kembali perilaku kita sendiri. Apakah perilaku tersebut sudah benar, dan apakah perilaku tersebut sudah berlandaskan alasan dan dasar yang benar.

Karena tindakan tanpa ilmu, seperti mengendarai mobil tanpa tahu aturan dan keahlian.
Bisa sradak-sruduk orang di jalan raya jadinya.
Hehe.

Have a great Friday.

Sumber: Cerita ini merupakan dongeng modern, dimana sebagian terinspirasi dari eksperimen G.R. Stephenson, yang ditemukan pada “Cultural acquisition of a specific learned response among rhesus monkeys”, dan juga eksperiman yang dilakukan pada simpanse oleh Wolfganf Kohler pada tahun 1920-an. Lalu kemudian, eksperimen tersebut disatukan dan menjadi dongeng modern seperti sekarang.